Diet, Bukan Hanya Soal Kalori
Saya pernah menempelkan kertas bertuliskan 50 di pintu sebagai pengingat bahwa saya harus menurunkan berat badan sampai timbangan menunjukkan angka yang sama. Saya pikir dengan menjalani diet, mengurangi porsi makan, hanya makan buah dan sayur, tidak makan nasi putih, dan sarapan dengan oatmeal dapat menurunkan berat badan. Nyatanya tidak, mengurangi porsi makan sama saja dengan membiarkan tubuh kelaparan, tidak makan nasi putih dan hanya makan buah serta sayur menyebabkan badan lemas karena kurangnya energi dalam tubuh. Makan oatmel? Itu adalah ide yang paling buruk ketika kita tidak benar-benar mau memakannya. Pada akhirnya, saya makan dengan porsi dan jenis makanan yang sembarangan.
Pandemi Covid-19 yang menyerang selama kurang lebih 3 tahun (2020 sampai dengan 2022) merupakan tahun yang sulit bagi kita manusia di seluruh dunia. Namun, tahun-tahun tersebut juga menjadi tahun kebangkitan bagi diri saya, setidaknya mengubah pola hidup yang saya jalani. Memasuki dunia kerja memiliki dampak besar bagi saya salah satunya adalah pola hidup yang tidak banyak bergerak mengingat jenis pekerjaan saya yang mengharuskan duduk di ruangan selama kurang lebih 8 jam ditambah pola makan yang berantakan.
Masa PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), menghabiskan sebagian besar waktu di rumah termasuk dalam mencari makanan. Aplikasi ojek online menjadi cara yang paling cepat dan mudah untuk memenuhi kebutuhan makan. Semakin lama, hasrat memesan makanan secara online semakin menurun ditambah dengan meningkatnya harga layanan dari aplikasi tersebut. Saya mulai mencoba membeli makanan di warung samping rumah yang sudah kembali berjualan.
Akhirnya, lidah saya kembali merasakan rempah dalam makanan. Terdapat kepuasan dalam menikmati makanan warung tersebut yang rasanya sangat berbeda dengan makanan cepat saji dan tentu saja dengan harga yang lebih terjangkau. Kebisaan itu berhasil mengeliminasi makanan tinggi garam dan tinggi gula dalam daftar makanan sehari-hari saya.
Banyaknya waktu luang memberi saya kesempatan dalam melakukan olahraga. Lari adalah jenis olahraga yang saya pilih karena kemudahan alat dan waktu. Sensasi lari kali ini sangat berbeda dengan sensasi lari sebelum pandemi. Lari menjadi begitu menyenangkan karena tujuan yang saya tetapkan adalah mencapai 5 kilometer pertama dalam sekali lari bukan lagi menghukum diri karena memiliki berat badan yang berlebih.
Dari sana, progres penurunan berat badan mulai terasa. Saya merasakan ukuran baju mulai melonggar, makan dengan lahap, dan kualitas tidur yang meningkat. Saat itu saya sadar, bagaimana pola diet yang harus saya jalankan. Bukan dengan mengurangi porsi makan atau melewati satu kali waktu makan, tidak perlu juga harus memesan makanan katering sehat, saya tetap makan nasi untuk mengisi energi, dan tidak lagi sarapan dengan oatmeal setiap hari.
Saya mengubah pola diet dengan pola hidup sehat dengan asumsi akan bertahan jauh lebih lama bahkan selamanya karena pola hidup menjadi bagian dari keseharian kita. Berat badan saya terus mengalami penurunan namun tetap memiliki energi untuk beraktivitas. Pada akhirnya, angka 50 bisa dicapai saat saya menaiki timbangan untuk mengukur berat badan di pagi hari. Perjalanan penurunan 10 kilogram dalam kurang lebih 2,5 tahun adalah progres yang lamban tapi konstan. Tidak ada lagi kenaikan berat badan yang signifikan, tidak ada lagi rasa mau pingsan karena kelaparan. Kalori defisit bukan lagi menjadi tujuan karena tubuh membutuhkan lebih daripada kalori, yakni nutrisi.
Yuk, ubah pola dietmu ke pola hidup yang lebih sehat. Mulai dari hal-hal kecil seperti mengurangi gula, tidak makan junk food, tidak begadang, dan lebih banyak jalan kaki sambil mendengarkan musik yang disukai dan jangan lupa untuk mengapresiasi setiap progres kecil yang kita miliki. Salam sehat.
Comments
Post a Comment