Tania Selalu Cantik Ketika Damar Pulang
Di tengah kemacetan, Damar tidak sabar ingin segera sampai rumah. Biasanya ia memilih pulang lebih malam, lebih lengang dan ramah di telinga. Tak seperti sekarang yang bergelimang riuh suara jalan. Untuk apa pula gaduh suara klakson itu, lagipula kemacetan tidak bisa diurai dengan kebisingan. Damar sangat membenci kemacetan, tapi entah mengapa kali ini ia ingin segera pulang. Sebenarnya, Tania, istri Damar, tidak pernah menuntut Damar untuk pulang cepat. Seperti mengerti bagaimana pekerjaan Damar yang membutuhkan lebih banyak waktu di kantor. Berbeda dengan para istri dari teman-teman Damar yang selalu menanyakan kepulangan mereka. Tania tidak pernah rewel soal jam pulang Damar, menanyakan jam berapa sampai di rumah, apakah ada lembur malam ini, atau berapa lama tugas di luar kota. Damar selalu mengabari Tania tentang apapun pekerjaan yang ia lakukan, mungkin karena itu Tania tidak pernah mengusik Damar. Damar selalu berkabar.
Di zaman sekarang, smartphone-lah yang mampu membunuh waktu. Tetapi sore ini, Damar terburu-buru beranjak dari mejanya kemudian lupa bahwa telepon genggamnya masih tertinggal di sudut meja, mengisi daya. Ia bahkan tidak sempat berkabar kepada Tania kalau pulang lebih awal. Untungnya, frekuensi radio berhasil masuk di antara bising keributan dari luar. Lagu-lagu santai bergaung kontras dengan riuh kendaraan yang ingin cepat-cepat pulang. Sedikit demi sedikit mobil Damar berhasil menembus jalan. Damar menghembuskan napas, kesal, setelah ia melihat jalanan dengan lubang besar, menjadi tersangka utama penambah kemacetan.
Lagu di radio terabaikan oleh fokus Damar yang menyetir mobil, jalanan sudah cukup lengang untuk menaikkan kecepatan. Tidak ada yang Damar pikirkan selain ingin cepat sampai rumah, dan memeluk Tania. Tidak ada apa-apa, hanya keinginan hati yang sedikit manja ingin segera dipeluk pujaannya. Satpam keluar dari pos jaga untuk segera membuka portal ketika melihat mobil Damar mulai mendekat.
“Pak Damar, tumben?” Tanya satpam sedikit terkejut.
“Iya, mumpung bisa pulang cepat.” Jawab Damar mengabaikan ekspresi yang tak biasa dari satpam.
Damar perlahan menuju rumah miliknya. Sebenarnya masih jauh dari pos jaga utama, ia harus menyetir lurus melewati 3 gang, di gang keempat Damar belok ke kanan. Damar terus menyetir sampai di depan rumah nomor 20, tepat di ujung gang. Damar mendorong gerbang rumah, membukanya lebih lebar untuk memarkirkan mobilnya di halaman. Setelah menghentikan geraman mobilnya, Damar turun, menutup kembali gerbang dengan membiarkan sedikit ruang untuk ukuran satu orang seperti posisi semula. Gerbang tidak pernah ditutup sempurna kecuali yang punya rumah ingin tidur atau tidak ada sama sekali.
Seperti biasa, tak pernah berubah 3 tahun lamanya, Tania cantik, selalu cantik ketika Damar pulang, walau hanya di rumah saja, tapi selalu cantik. Semerbak parfumnya selalu menjadi bau pertama yang dihirup Damar ketika memasuki rumah, selalu wangi. Dalam keadaan apapun, entah Tania sedang menonton, memasak, membaca buku, olahraga, apapun ketika Damar pulang, Tania selalu cantik. Dengan wajah sedikit terkejut Tania tersenyum kepada suaminya yang pulang, lebih awal.
“Tumben?” Tanya Tania.
Tanpa menggubris pertanyaan Tania, Damar berjalan perlahan menuju Tania, memeluknya.
“Hmmmm, Tania.” Damar mencium harum tubuh Tania dipelukannya. “Kamu selalu cantik ketika aku pulang.”
Tania mengeratkan pelukan, memastikan Damar tetap membelakangi pintu depan. Di balik punggung Damar, Tania mengawasi seseorang yang perlahan mengendap keluar dari rumah mereka, berhasil melewati ruang gerbang yang terbuka. Aman.
“Damar, kamu selalu pulang dengan kasih sayang.” Ujar Tania, tersenyum, lega.
Comments
Post a Comment