Prasasti Hati

Sebuah sajak
yang ditulis oleh seorang kerdil
Dengan tinta hitam dan pelita duka
Namun,
keikhlasan jiwa dan rela hatinya
Ubahnya menjadi prasasti hati

Senja kelam
Kelam yang ditelan malam
Malam yang sangat hitam
Bukan malam yang berbintang
Bulanpun enggan datang
Semesta murka,
Cerca dan keluh terlontar lewat prahara

Kedamaian membutakan ia sesaat
Melupakan pedihnya kegelapan malam
Melihat terangnya rembulan kebahagiaan
Bibirnya melengkung dengan mata berbinar masih terpejam,
Bibir itu bergetar,

"Aku menunggu datangnya sang malam, agar aku bisa mendengar suara selembut beludru yang dihembus angin malam, agar aku bisa merasakan pelukan hangat yang dibawa dinginnya kelam, agar aku bisa melihat cahaya yang dibawa kegelapan. Aku menunggu dan selalu menunggu."

Saat fajar mulai mengintip
Si Kerdil telah membuka matanya
Tercekat tenggorokannya,
tersayat rongga dadanya
"Aku bermimpi?"
Hanya derai air mata yang dapat melukiskan dukanya

Malang benar nasib Si Kerdil

Tak sengaja ia melihat
Seorang buruk rupa, rupa orang khianat, rupa macam keledai
Ia pandangkan rasa benci
Namun si buruk rupa juga memandang benci
"Aku?"

Suara pecahan kaca memenuhi gendang telinga

Lalu,
kau bisa melihat Si Kerdil merintih,
lemah dan takut
Si Kerdil bertambah kerdil
Meringkuk bagai binatang

...

"AKU MEMANG BINATANG!!!"

Comments

Popular posts from this blog

Hiks, Kupikir Kau Naksir Aku

Mengulas Buku Dzawin : Santri Jahil Iyah - Konsistensi dalam Komedi

Ulasan Film Milly & Mamet (Ini Bukan Cinta & Rangga) - Patut untuk Ditertawakan, Hah