Andini dan Bahar #Part2
Jadi ini part2 dari Andini dan Bahar. Part1 ada di sini, cuuuy.
Senja berikutnya Andini kembali lagi ke tempat yang
sama. Hanya saja ia sekarang mmenggenggam botol, sama persis seperti yang ia
terima kemarin hanya saja gulungan silinder yang ada di dalamnya berwarna lebih
putih, seputih kain yang baru dibeli di pasar. Andini memandang pulau seberang
dan melihat titik hitam itu lagi. Ternyata titik hitam itu datang lebih awal.
Bahar datang lebih awal. Andini tersenyum tak bisa terpejam seperti biasa. Ia
tak bisa merasakan pasir yang menggelikan di kakinya, ia tak bisa merasakan
angin asin yang menyapanya, ia tak bisa mendengar kepak sayap yang mencari
rumah. Kakinya bergerak gelisah, dadanya naik turun, napasnya cepat bergairah,
menunggu ombak datang, menunggu air menyapanya. Gelombang kecil datang, napas Andini
semakin menderu sejalan dengan berjalannya ombak itu. Ombak itu semakin cepat.
Andini tersenyum kecut melihat arus itu kembali ke laut yang bahkan belum
menyentuh ujung kaki Andini.
Andini
maju selangkah demi selangkah, mendekat lebih ke bibir pantai. Dengan tetap
gelisah dadanya naik turun tangannya mantab menggenggam botol namun sedikit
gemetar karena gairahnya. Dari kejauhan terlihat air bergerak ke arahnya, ia
menunggu. Maju selangkah sedikit lagi memastikan agar ia terkena ombak itu.
Semakin dekat, kali ini Andini bisa merasakan ombak menyapanya di lututnya.
Masih di lututnya. Botol itu masih tergenggam dengan mantab.
Mata Andini terpejam meyakinkan dan ia kembali
membuka mata lalu maju beberapa langkah, ia semakin dekat dengan kedalaman.
Jika pengawas pantai tahu ia berada di sana maka toa akan memanggilnya, "Perempuan
yang berada di ujung sana, pergilah, itu daerah berbahaya." Namun,
pengawas pantai bahkan tidak bisa melihat Andini karena ia pun asyik menikmati
senja yang tak bisa ia tinggalkan.
Ombak
itu datang terlihat dari kejauhan. Andini memantapkan diri dan menguatkan diri.
Ombak itu datang tinggi dan semakin tinggi, semakin dekat, semakin tinggi.
Andini terpejam saat gelombang berhasil datang kepadanya melampaui kepalanya
seperti ada seseorang yang menendang ombak itu melambung tinggi di atas kepala
andini. Andini terpejam dan merasakan seluruh tubuhnya berada di air. Pijakan
kakinya ia kuatkan dan terus ia kuatkan. Lalu ia merasakan arus air sangat kuat
kembali ke laut tapi tidak cukup kuat untuk melepaskan kuda-kuda andini. Tidak
cukup kuat. Arus itu hanya melewatinya, tidak bisa membawa Andini bersamanya
namun tidak dengan botolnya.
Andini
merasakan tangannya kosong beserta arus yang kembali ke laut. Teringat kembali
saat ia meminta kertas kepada adiknya yang masih berumur 9 tahun dan meminjam
pensil kepadanya. Tergambar jelas di benaknya pantulan wajahnya di cermin dan
ia menggoreskan pensil itu di kertas seperti yang telah terpantul di cermin, ia
buat senyum terbaiknya dan mata terindahnya di cermin. Rambutnya ia gerai dan tak sengaja membuat pipinya sedikit
merona, sayang ia tak bisa membuat pipinya berwarna seperti di cermin. Apakah Bahar
pun menggunakan cermin untuk menggambar dirinya? Bayangan itu hilang seiringi
terseretnya air kembali ke arah laut. Kakinya hanya merasakan pasir basah. Ombak
itu telah mengantarkan pesan Andini kepada Bahar.
Andini
tersenyum membayangkan Bahar membuka botol itu dan melihat potret dirinya.
Andini tersenyum membayangkan Bahar yang juga tersenyum saat membaca. Tulisan
namanya yang ia buat sengaja secantik-cantiknya untuk menggoda Bahar. Andini
tersenyum untuk menggoda Bahar yang ada di pulau seberang sana.
Kumpulan ceritaku yang lain ada di sini dan di sini.
Kumpulan ceritaku yang lain ada di sini dan di sini.
Comments
Post a Comment