Pendakian Gunung Papandayan
p.s. cerita sedikit berantakan karena kemalasan penulis dalam mengedit. Tinggalkan jejak, gaes.
Hellloooooo, selamat taon baru,
gaaaees. Gila, kangen banget nulis di sini, hehe. Jadi, aku mau cerita
pendakian kedua aku di Gunung Papandayan tanggal 07 s.d. 08 Desember 2019. Sebenarnya,
aku udah punya draft mengenai catatan
perjalanan ini, niatnya sih mau nulis ala-ala indie kopi senja gitu, wkwkwk. Tapi
maleees, cuuuy, asikan gini. .
Kami berangkat bertujuh dengan titik
kumpul di Terminal Kampung Rambutan malam 07 Desember. Kami mulai mencari bus,
lalu diputuskanlah naik Hiba Putra dengan harga 52 ribu dari Terminal Kp.
Rambutan sampai ke Terminal Guntur. Sekitar jam 10 malem bus berangkat diiringi
oleh pengamen dan pedagang asongan dengan segala kekreatifan mereka. Nggak
usahlah diceritain ngapain aja di bus, isinya tidur doang. Di tengah
perjalanan, sekitar jam setengah tiga pagi, kami hatus berganti bus karena
insiden ban bocor. Untungnya, nggak nunggu terlalu lama, jam 4 bus pengganti
sudah datang dan kami langsung caw lagi. Dan sampailah kami di Terminal Guntur
sekitar jam 5 pagi.
Perjalanan dari Terminal Guntur menuju
basecamp memakan waktu satu jam dan
biaya sekitar 50ribu rupiah. Mata lagsung terpukau dengan pemandangan yang
sengaja diciptakan Tuhan untuk memanjakan manusia, aseeek. Sampailah di
basecamp Papandayan dengan biaya administrasi 65rb per orang (kalo rombongan
diskon goceng).
09.30 WIB, langkah kami pun dimulai. Bagiku,
jalur papandayan tetap melelahkan karena dengan medan cukup landau tersebut
pikiran terfokus pada kaki dan napas. Jadi, lelahnya lebih terasa saat
berjalan. Sampailah di Pondok Saladah sekitar pukul 11.45 dan kami langsung
mencari tempat untuk mendirikan tenda. Sebelum lapar melanda dan menyiksa, kami
langsung menyipakan segala makanan dan masakan. Entah apa yang telah merasuki
kami, tetapi tidur merupakan kegiatan yang kami lakukan setelahnya. Kebetulan
hujan mengguyur kami, jadi tiada hal yang bisa dilakukan selain tidur, hehehe. Nyaman
banget euy tidurnya, suasananya pas banget. Naah setelah reda kami putuskan
untuk pergi ke warung guna mencari kehangatan.
Lama kami berbincang di sana hingga
malam menyapa. Kami abaikan sapaan sang malam, teruslah kami tetap berbincang,
hingga akhirnya diputuskan kembali ke tenda untuk memasak. Dan, bayangan
kelezatan indomie langsung sirna. Babi, semua ini dia punya sebab. Kami lupa
gantung makanan dan malah ditaruh di dalam tenda, alhasil kenalah makanan kami
tak lupa tenda pun juga kena, hadeeeeuh, hilang sudah kenikmatan indomie.
Akhirnya kami fokus merapikan tenda, sebagian membuat api unggun. Teh hangat
sengaja disiapkan untuk memberi kehangatan.
Paginya, jam 5 kami langsung gas ke
hutan mati, niatnya sih mau cari sunrise
tapi matahari malu pada kami, jadilah ia hanya bersembunyi di balik kabut yang
dengan sangat percaya diri unjuk gigi kepada semesta. Kami pun mencari cara
bekerja sama dengan kabut agar mendapat gambar yang instagramable. Setelah beberapa lama kami di hutan mati, diputuskan
balik ke tenda untuk siap-siap pulang.
10.00, kami berdoa dan langsung tancap
gas turun ke basecamp. Tak lupa mampir warung beli semangka. Pukul 12.00 kami
sampai di basecamp dan beristirahat sebentar sebelum kembali ke handai tolan.
13.00 – 14.30 dengan pick up berbea
50ribu rupiah per orangnya, kami tancap gas menuju pool Primajasa. Naik pick up
di siang hari merupakan kesalahan besar, panaseee poooool. Karena di pool
selalu penuh busnya, akhirnya kami memutuskan untuk jalan ke terminal sekitar 800
meter. Tak lupa, kami mengisi tenaga ketika ada warung makan memanggil untuk
mampir.
Primajasa seharga 60ribu rupiah per orang
telah mengantarkan kami dari Terminal Guntur sampai Terminal Cililitan dari
pukul 16.00 sampe 23.00.
Gitu.
Comments
Post a Comment