Pengalaman Uprak Part 2
Haii :) Lama banget udah nggak nulis. Rasanya ada yang hilang gituu, aseeek. Langsung
sajalah, ke inti postingan. Jadi, seperti janji saya kemarin untuk melanjutkan
postingan pengalaman uprak saya yang sengaja bersambung. Kali ini tentang uprak
bahasa. Uprak bahasa terdiri dari 3 mata ujian, yaitu : bahasa Jawa, bahasa
Inggris dan bahasa Indonesia. Karena kemarin uprak bahasa Jawa sudah dibahas,
kali ini saya akan membahas uprak bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Yang
pertama, bahasa Inggris. Uprak yang satu ini termasuk gampang. Kami hanya
diminta menulis sebuah teks singkat, tentunya dalam bahasa Inggris. Setiap
siswa diundi jenis teks yang harus ditulis. Lalu kami diminta menulis dan menghafal teks yang telah dibuat. Kebetulan saya mendapat report teks dan saya memilih camels sebagai bahan materi saya. Langsung cus waktu
hari-H. Setelah masuk ruangan kami diminta menulis kembali teks yang telah dihafal di folio dan menceritakan kepada guru penguji
tentang isi teksnya. Kalo saya sih gitu. Tidak ada pertanyaan, hanya bercerita,
dalam bahasa Inggris juga tentunya. Tergantung guru pengujinya. Kalau teman-teman saya
ada yang diberi pertanyaan, dsb.
Yang
kedua bahasa Indonesia. Nah ini nih menarik. Bukan soal ujiannya, tapi soal
proses berlangsungnya ujian. Mulai dari awal, kami diminta membuat makalah
materi. Tentu diundi pula kami dapat apa. Dan kebetulan saya dapat
teks iklan sebagai aspek kebahasaan dan penggalan novel sebagai aspek kesastraan, yang sudah saya upload di
postingan sebelumnya, boleh mampir ke sana. Proses pembuatan makalah tak akan
saya ceritakan, membosankan. Langsung saja hari-H. Setelah saya masuk
ruangan saya diuji materi teks iklan oleh seorang guru, biasa,
diberi pertanyaan, saya menjawab, diberi pertanyaan lagi, saya menjawab lagi,
dan gitu. Sama, lancar. Lalu yang kedua, aspek sastra, penggalan novel, saya
diuji oleh seorang guru pula. Lalu saya diminta menyampaikan materi dan
menceritakan isi novel yang saya jadikan contoh analisis. Kebetulan saya
memilih novel "Ayat Ayat Cinta" karya Habbibburrahman El Shirazy, yang sudah saya
review di postingan sebelumnya, tepatnya di sini.
Yang
menarik adalah, entah itu disengaja atau tidak, tapi saat saya cerita, guru
penguji sangat tertarik dengan cerita yang saya ceritakan. Saat saya bilang bahwa saya
menganalisis novel "Ayat Ayat Cinta", lalu guru tersebut berkata, “Baik, bagaimana
ceritanya?” Dalam hati saya berkata “Masa, Bu belum pernah baca?” Namun saya
tetap menceritakan isi novel tersebut. Dan bla bla bla saya cerita. Yang
menarik adalah guru penguji tersebut sangat tertarik dengan cerita saya,
sangat memperhatikan dan berhasil membuat saya banyak bicara. Sumpah, seumur
hidup saya belum pernah bercerita seasik itu, merasa sangat diperhatikan.
Bukan berarti saya kurang perhatian -_- tapi seperti ini penjelasannya.
Silahkan
baca buku "Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya" yang sudah saya review pula di
sini. Di salah satu bab menyebutkan, “Siapa orang yang paling penting dalam
hidup Anda?” Saya bocorkan jawabannya, bahwa orang yang paling penting dalam
hidup Anda adalah orang yang saat bersama anda. Siapapun itu. Jadi jika pada saat teman Anda bersama Anda, maka dialah saat itu yang paling
penting dalam hidup Anda, Jika si A sedang bersama anda, maka si A lah yang paling penting. Karena
mereka orang yang paling penting, maka buatlah mereka nyaman saat bersama Anda,
hargailah mereka, perhatikan mereka sungguh-sungguh, maka saat orang itu
bersama Anda, mereka akan menganggap diri mereka dihargai dan tidak diacuhkan karena Anda memperhatikan mereka.
Menurut saya, itulah kiranya yang diterapka guru penguji saya kepada saya. Entah itu
pura-pura atau memang seperti itu. Yang jelas hal itu berhasil membuat saya
merasa dihargai saat bercerita, sampai-sampai saya menggebu-gebu dalam
bercerita. Bahkan, saya merasa sedih saat ‘wawancara’ itu berakhir, “Yah, kok
udah? Padahal saya pingin cerita lebih banyak.”
Guru
penguji saya berhasil membuat orang lain merasa dihargai. Itulah yang belum
bisa saya lakukan. Saya tidak pernah menghargai orang-orang yang sedang bersama
saya. Pengalaman pribadi saja ya, saya pernah bercerita kepada teman saya
tentang isi sebuah buku, namun dia tak acuh kepada saya. Awalnya saya
menggebu-gebu dalam bercerita namun dia berkata “Oh, yang itu, aku tahu.” Saya
tetap melanjutkan cerita. Dia mendengarkan namun sambil membaca buku.
Walapaupun ia mendengarkan namun perhatian tetap pada buku. Saya merasa tidak
dihargai dalam sebuah pembicaraan, akhirnya saya mempercepat jalan cerita dan
mengakhiri cerita dengan kebencian.
Dari
situ, saya tahu, bahwa siapapun butuh sebuah penghargaan. Terutama diri saya.
Comments
Post a Comment