Mengulas Buku "Atheis" - Pendirian Seorang Atheis


Hi, fellas, kali ini aku bakal mengulas buku "Atheis" yang mana udah dari SMA aku tertarik sama buku ini tapi baru bisa kubaca sekarang. Sebelumnya, seperti biasa aku akan curhat, hehe. Jadi, selama sebulan lebih menganggur rasanya nggak enak banget, sumpah. Itu tuh rasanya kayak udah nggak punya tujuan hidup lagi, walaupun sebenarnya nggak gitu. Jadi, bagi temen-temen kalau tau mau nganggur dengan waktu yang cukup panjang atau tak tentu, mending cari planning biar nggak bosen dan berusaha agar dalam masa menganggur itu bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita.

Oke, balik ke ulasan, bisa dibaca di bawah ini.


Identitas buku
Judul               : Atheis
Penulis            : Achdiat K. Mihardja
Penerbit           : PT. Balai Pustaka

Aku suka sampulnya :D
Gambar dari google

Buku ini menceritakan kisah seorang yang bernama Hasan. Hasan berasal dari keluarga yang alim, dibesarkan di Kampung Panyeredan, Priangan dengan keagamaan yang kental dan kuat. Tradisi dan adat istiadat Islam sudah melekat dalam keluarganya. Kepercayaan dengan hal-hal gaib (makhluk halus, surga, dan neraka) menjadi cerita pengantar tidur saat masa kecilnya tiap malam. Saat Hasan bekerja sebagai kotapraja di Bandung ia tidak sekalipun meninggalkan syariat-syariat agama. Bahkan, dikatakan ia sudah ada di puncak ilmu agamanya. Berbagai syariat banyak ia jalankan, puasa, salat, beramal, semua dilakukan.

Suatu hari, saat Hasan bekerja bertemulah ia dengan kawan lama, kawan masa kecilnya, Rusli. Rusli tak datang sendirian, ia bersama seorang perempuan, Kartini yang berhasil memikat Hasan karena menurut Hasan Kartini adalah titisan Rukmini, seseorang yang ia cintai. Maka dengan sangat mudahlah Hasan dekat dengan Kartini karena Rusli. Pun ia dekat dengan kawan-kawan Rusli, salah satunya Anwar, yang berhasil "menjerumuskan" dia dalam pergaulan para "atheis".

Hasan seorang yang mudah terpengaruh dengan lingkungan sekitar, sangat goyah saat ia dihantam dengan pergaulan atheis itu. Tak pernah ia bisa melawan pendirian mereka yang cukup kuat. Pendapat Hasan tentang agamanya selalu bisa ditampik oleh teman-temannya dengan logika. Hingga Hasan percaya dan masuklah ia ke dalam pemahaman itu.

Bukannya bahagia dengan paham baru yang sedang tertanam pada diri Hasan. Konflik malah banyak terjadi setelah ia berubah paham. Mulai dari pertengkaran dengan ayahnya, perceraiannya dengan Kartini, hingga penyakitnya yang menjadi-jadi. Sepeninggalan ayahnya, Hasan tersadar akan kebodohan yang telah ia lakukan. Telah murtad ia. Penderitaan sang ayah selepas pertengkaran dengan dirinya, barulah disadari oleh Hasan. Hasan tak terawat lagi, sakitnya semakin jadi dan Kartini sudah tak bersamanya lagi. Namun, bagai mendapat cahaya dari Sang Ilahi, ia tak berputus asa dan bertobatlah ia. Masih dimilikanya seorang Ibu dan adik sebagai pengharapannya. Maka dengan tekad yang kuat itu keluarlah ia dari sarang persembunyian  di masa-masa penjajahan Jepang. Namun, sayang, ia tertangkap dan dipenjara hingga akhir hayatnya.


Yap, itulah kiranya cerita Hasan. Nggak bakalan dramatis kalau aku yang cerita. Jadi, temen-temen bisa baca sendiri. Nggak nyesel deh bacanya.


Ulasan pertama dari segi penokohan. Diceritakan Anwar adalah seorang yang duniawi sekali, tak percaya hal-hal gaib, sangat berpendirian dengan pahamnya, merendahkan orang lain yang tak sepaham, dan kurang toleransi. Well, intinya aku mau bilang dia itu sombong wkwk. Semua itu tidak diceritakan sang penulis secara langsung tapi dapat diketahui dari dialog-dialog Anwar serta dari cara ia mengungkapkan pemikiran-pemikirannya. Menurutku, dengan cara penokohan seperti ini karakter lebih menonjol dan lebih ngena ke pembaca. Dari dialog-dialog itu aku sebagai pembaca merasa berbicara langsung dengan Anwar dan merasa lebih gregetan dengan sikapnya yang keras kepala itu. Berbeda dengan Anwar, penokohan Hasan ditonjolkan dengan cara sikap atau perilaku yang ia tunjukan. Secara tidak langsung, penulis berterus terang dengan karakter Hasan. Namun, hal itu tidak mengurangi penguatan karakter tokoh Hasan.


Lagi, hal yang menarik dari novel Ahteis adalah dari segi bahasa. Disini, aku merasakan keindahan bahasa yang lebih dari pada novel-novel sekarang. Lebih nyes aja di dalam hati. Kata-katanya itu mampu mengombakkan hati si pembaca. Mulai dari kalimat suka, duka, marah, kecewa, semua menusuk ke dalam hati. Tak ketinggalan pula kentalnya budaya yang diceritakan dalam novel tersebut. Novel Atheis menyuguhkan cerita dengan bahasa yang indah, kebudayaan yan kental, serta karakter-karakter yang kuat.

Yang membedakan novel "Atheis" dari novel angkatan 20-an hingga 50-an sebelumnya yang pernah kubaca adalah sudut pandang. Ada dua sudut pandang disini, dari sang penulis dan dari Hasan itu sendiri. Alur cerita dikemas sangat menarik dengan cerita yang berbingkai namun tak membingungkan dan memperindah novel tersebut.

Oya, sejarah juga masuk dalam cerita walaupun hanya sekilas saja. Disitu kita tahu bahwa di dunia banyak banget kejadiannya saat itu. Saat penjajahan Jepang di Indonesia ternyata di luar sana sedang pecah-pecahnya Perang Dunia II. Semua situasi suasana dikupas secara mendalam. Dari sisi pancaindra misal pemandangan, penampilan hingga  nonpancaindra semisal sifat, karakter, kebiasaan, pemikiran semuanya ditulis secara tuntas dan tentu dengan keindahan bahasanya.

Yang kurang aku suka, mungkin dari segi konflik dibawa secara perlahan namun tidak cukup panas saat memuncak. Menurutku semua gitu sih di sebagian novel-novel masa itu. Namun, hal itu sama sekali tidak mengurangi keindahan novel Atheis.

Pesan moral yang dapat diambil dari novel ini adalah kita sebagai manusia harus mempunyai pendirian yang kuat, bijaksana, serta memahami segala seusatu itu sampi dengan akar-akarnya, tak lupa selalu berbakti kepada orang tua.


Yah, gitu lah ya. Novelnya asik banget. Saat baca ini, aku tuh pingin banget cepet-cepet menyelesaikannya biar bisa langsung cerita ke temen-temen tentang buku ini, takutnya lupa, haha. Jujur, sebenarnya aku pingin cerita soal kepribadian Anwar secara lebih detail yang mana seperti aku bilang di judul, "Pendirian Seorang Atheis". Dari tokoh dialah aku mendapat inspirasi buat bikin satu liner komen kayak gitu. Tapi entah kenapa sulit banget aku tulis. Mungkin, nanti dengan media lain, stay tune aja :D

Terakhir, mohon maaf ulasannya panjang banget, bahasa yang kugunakan juga agak beda dan aneh karena aku sedikit terpengaruh dengan bahasa novelnya, wkwkw.

Sekian dan terima kasih.

Tinggalkan jejak yoooo.:D

Comments

Popular posts from this blog

Hiks, Kupikir Kau Naksir Aku

Mengulas Buku Dzawin : Santri Jahil Iyah - Konsistensi dalam Komedi

Ulasan Film Milly & Mamet (Ini Bukan Cinta & Rangga) - Patut untuk Ditertawakan, Hah