17 Tahun Yang Lalu

Kurasa, bahasa di part ini agak hancur :") But, please enjoy it, hahaha. Part sebelumnya di sini.


BAB 3

Aku membuka lagi, lagi dan lagi. Jujur saja, aku malu dengan diriku sendiri, ah dan bagaimana Ayah dan Ibu tidak menertawakanku? Padahal, tulisanku sungguh menjijikkan. Bahasanya payah, tulisannya pun buruk. Tapi, tak bosan aku melihatnya, lagi dan lagi kubuka halamannya, hingga aku berhenti di satu halaman.

RAJA

Halaman yang tertulis nama seseorang dengan huruf besar dan tebal.

Raja? Lalu siapakah Ratumu?.


1 Agustus 2011, hari pertamaku duduk di bangku SMP.

Seorang laki-laki yang duduk di bangku paling belakang sebelah pojok kanan kelas sedang membaca di saat teman-teman yang lain asyik berkenalan. Ya hari itu hari pertamaku di bangku SMP dan aku belum mengenal semua orang. Termasuk Raja.

“Selamat pagi Anak-Anak”, Suara berat seorang laki-laki sekitar 50 tahun membuka kelas pagi ini. Mungkin itu wali kelasku.

“Selamat pagi, Pak”, jawab kami kompak

“Naah, kalian pasti belum tau saya, kan?”, melihat kami hanya bengong saja, ia lalu melanjutkan, “Saya adalah Pak Bujang, wali kelas kalian sekaligus guru bahasa Indonesia kelas ini, kelas 7A. Oh ya, saya ucapkan selamat bergabung di kelas saya. Sekarang giliran kalian memperkenalkan diri. Mulai dari mmmmm, aah, kamu.”, Pak Bujang menunjukku.

“Saya?”, sejenak aku bingung, gugup lebih tepatnya. Lalu, aku menarik napas dalam dan mulai memperkenalkan diri. “Selamat pagi, teman-teman. Perkenalkan nama saya Puspa Kusuma Puspita Sari. Kalian boleh memanggilku Puspa. Terimakasih.”, lalu aku duduk kembali.

“Wow, singkat sekali, hahaha. Yah, kalian boleh memperkenalkan diri kalian sebanyak mungkin, tidak hanya nama saja, mungkin alamat, hobi, makanan kesukaan, ada banyak dari diri kalian yang perlu diketahui semua orang.”, komentar Pak Bujang sembari menyimpulkan senyumnya. Untuk seorang dengan umur 50 tahun, dia cukup tampan. “Baik, selanjutnya.”

Satu persatu teman-temanku memperkenalkan diri. Tak ada nama-nama yang berhasil kuingat, hanya Alya, teman sebangkuku. Itupun aku masih belum hafal dengan wajahnya. Susah sekali mengingat nama mereka, dan wajah-wajahnya semua tampak mirip. Kecuali satu.

“Namaku Raja Purnama. Sekian.”

Singkat sekali perkenalan dia, bahkan tak sampai sepuluh detik. Disaat teman yang lain berusaha memperkenalkan diri sebaik mungkin, bahkan mereka menyebutkan prestasi-prestasi mereka, dia? Hanya sebuah nama anehnya. Dan dia pun mempunyai sikap yang aneh, hmmm, dasar orang aneh.

“Baik, semua telah memperkanalkan diri. Tak perlu lama-lama lagi, langsung saja kita mulai pelajarannya.”

“Hah? Pelajaran?” aku memalingkan muka, tepat saat Raja akan menatapku.


Bel pulang sekolah berbunyi. Aah, hari itu terasa cepat sekali, yah, kami pulang lebih cepat dari jadwal. Mungkin karena hari pertama masuk sekolah. Halaman depan sekolah penuh sesak dengan murid-murid yang menunggu jemputan orangtua mereka. Aku tak bernafsu untuk menunggu di depan, lagi pula masih satu jam ibuku menjemputkan. Aku sengaja tak menelponnya aku pulang lebih awal, toh hanya menunggu satu jam dan sekolah masih tampak ramai. Jadi aku akan aman menunggu di sini.

Aku menunggu di bangku depan kelas sambil memperhatikan keramaian di sekitar. Kelihatan kontras sekali antara murid baru dan murid lama. Mereka yang masih lugu dan rapi, tentu murid kelas 1. Seragam mereka masih putih bersih dengan bahawan biru yang gelap, benar-benar biru gelap. Mereka yang kelas 2 dan 3, putihnya baju mereka mulai hilang, dan birunya pun memudar. Bahkan beberapa baju mereka sudah kekecilan, pas di badan, dan mereka masih memakainya. Mungkin itu murid kelas 3 yang sayang akan uangnya untuk membeli seragam baru.

Tunggu dulu. Aku menengok ke sebelah kanan dan, hah?

“Hai.”, ucapnya.

“Hai.”, aku menjawab ragu.

“Puspa, kan?”

“Iya.”

Hanya itu kawan, hanya itu percakapan kami waktu itu, singkat dan aneh. Aku menunggunya untuk mengucapkan sesuatu, namun dia tetap asyik dengan bukunya.

Setelah beberapa lama aku menunggu, mmm aku dan Raja menunggu, akhirnya ibuku tiba. Tak perlu lebih dekat untuk melihat ibu, karena aku sudah hafal dengan gerak tubuhnya. Aku langsung berlari menuju ibuku dan meninggalkan Raja, tanpa mengucapkan salam apapun.

Aku memeluk ibuku. “Bagaimana hari pertamanya?”

“Yah, begitulah, Bu.”

“Hmm, kayaknya kamu sudah dapat teman baru?”, Tanya ibuku sambil melirik ke arah Raja.

Aku menoleh ke arah Raja, yang tetap fokus pada bukunya. Lalu aku hanya mengangkat bahu sebagai jawaban atas pertanyaan ibuku. Ibuku tersenyum


“Bu, beli makan dulu yuuk bu, udah lapar banget ini, kalau nunggu ibu masak di rumah, pasti lama.”

“Iya deeh”

Kami turun dari mobil dan menuju rumah makan. Kami menunggu pesanan kami. Ibu tak banyak bicara, ia sedang fokus dengan catatan-catatannya. Mungkin catatan pekerjaan ibu. Aku melihat ke arah jalan, lalu lintas tak ramai hari ini. Mobil dan motor dapat melaju dengan kecepatan normal, bahkan ada yang main kebut-kebutan.

Tunggu, itu kan, Raja? Tak salah lagi, aku melihat Raja, anehnya dia mengendarai sepeda. Kalau dia naik sepeda, ngapain pula harus nunggu satu jam di sekolah? Aku yakin itu Raja, seragam yang dikenakannya sama seperti seragam sekolahku. Kenapa dia harus menunggu padahal dia bisa langsung pulang.

“Puspa!” aku terkejut dengan bentakan ibuku. “Ibu panggil berkali-kali. Kamu sedang lihat apa? Ini makanannya udah siap”

“Oh, nggak ada, Bu. Yaudah, ayo pulang, Bu, nggak sabar ingin makan.”


Kenapa Raja harus menunggu?

Comments

Popular posts from this blog

Hiks, Kupikir Kau Naksir Aku

Mengulas Buku Dzawin : Santri Jahil Iyah - Konsistensi dalam Komedi

Ulasan Film Milly & Mamet (Ini Bukan Cinta & Rangga) - Patut untuk Ditertawakan, Hah